Selain merupakan pesawat kepresidenan, Air Force One bisa pula
difungsikan sebagai pesawat komando sekaligus bunker terbang. Hingga
kini tak seorang pun pejabat AS mengetahui detail persis bagian-bagian
dalamnya. Pesawat ini mampu bertahan dari serangan rudal dan terjangan
pulsa elektromagnet nuklir.
Demo antiBush yang sangat "meriah" dan adanya kabar bahwa salah satu
mesin pesawat Air Force One rusak ternyata tak mengurungkan niat
Presiden AS George W. Bush untuk berkunjung ke Indonesia, pada Senin
sore, 20 November. Rombongan disambut meriah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, meski untuk hari itu Bogor - tuan rumah yang sehari-hari
dikenal dengan kota wisata - berubah mencekam karena harus menyesuaikan
diri dengan gaya maximum security yang biasa menyertai Bush kemana pun
pergi.
Secret Service (SS) - pasukan pengawal kepresidenan AS, telah dengan
sengaja menciptakan kondisi seperti itu. Seperti diungkap sebuah situs
internet internasional, pengamanan terhadap Presiden Bush dipertinggi
terutama setelah AS getol memerangi teroris pasca Peristiwa 11
September. Karena musuh sudah semakin banyak, SS bisa dikatakan tak lagi
percaya dengan segala bentuk sistem pengamanan yang diselenggarakan
pihak luar.
"Dengan demikian, Air Force One memang tak lagi sekadar pesawat jet
eksekutif kepresidenan. Pesawat ini telah meningkat statusnya menjadi
bunker bergerak yang selalu mencurigai bahwa setiap tempat yang akan
disinggahi adalah tempat yang tak aman dan amat rawan serangan," tulis
situs tersebut.
Untuk itu jangan heran jika iring-iringan pesawat, helikopter, dan
kendaraan pengangkut Presiden AS juga telah diatur sedemikian rupa agar
setiap calon pembunuhnya - termasuk para wartawan yang memburunya --
terkecoh. Air Force One, misalnya, tak dibiarkan berkunjung ke sebuah
negara sendirian. Ia selalu didampingi sebuah lagi pesawat yang memiliki
ujud serupa. Ketika mendarat di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma,
Angkasa mengidentifikasi pesawat pengecoh ini berasal dari jenis Boeing
B757 yang telah dimodifikasi.
Atas nama pengamanan pula, perjalanan Bush dari Halim Perdanakusuma ke
Bogor tak cukup hanya dikawal empat heli Marinir AS CH-46E Sea Knight.
Heli VH-60E Whitehawk "Marine One" yang mengangkutnya juga terbang
berdampingan dengan heli serupa sebagai decoy. Sebagai puncaknya, dalam
perjalanan dari helipad di Gedung Olahraga Pajajaran ke Istana Bogor, SS
lagi-lagi telah menempatkan Bush pada mobil yang lain dari biasanya. Ia
tidak menumpang limousine Cadillac DTS, melainkan dengan SUV Cadillac
Escalade Lincon.
Nah -- ini Berandai-andai
saja -- bagaimana kalau serangan terhadap dirinya terjadi juga? Untuk
skenario terburuk, SS akan langsung mengevakuasi Bush dan istrinya
dengan Helikopter
ke pangkalan udara bergerak terdekat milik AS. Ketika berkunjung ke
Bogor, pangkalan berupa kapal induk USS Essex itu berada di perairan
sebelah utara Jakarta. Di kapal induk kecil ini, pasukan AS akan segera
melindungi kepala negaranya dan bersiap diri melakukan serangan balasan
sesuai tingkat serangan yang mengancam.
USS Essex, sejatinya, adalah kapal serbu amfibi. Di kapal ini mukim
puluhan helikopter CH-46 Sea Knight, satu skadron tempur AV-8B Harrier,
dan satu skadron heli antikapal selam. Kapal ini juga membawa tiga
hovercraft Air Cushion Landing Craft. Lebih lanjut, perjalanannya ke Indonesia dipantau langsung oleh Armada
ke-7 AL AS yang bermarkas di Hawaii. Dengan demikian, Anda tahu
sendiri, apa yang akan terjadi jika dalam perjalanannya ke Bogor, Bush
"diganggu".
Pengganti Ruang Oval
Di antara jajaran alat transpor kepresidenan, Air Force One sendiri bisa
dibilang sebagai moda transportasi paling megah, secure, dan canggih.
Pesawat ini adalah ujung tombak simbol kedigdayaan AS di udara, yang
mana dengannya Presiden AS dan segenap stafnya masih bisa menjalankan
tugas sehari-hari. Berbagai piranti di dalamnya bahkan memungkinkan
mereka mengendalikan pemerintahan dalam keadaan dunia tengah diguncang
perang nuklir.
Tugas keseharian yang biasa dilakukan di Ruang Oval, Gedung Putih,
dikerjakan di Ruang Utama Presidential Suite. Ruangan ini terletak di
bagian depan pesawat. Di belakang ruangan ini, ada ruangan yang lebih
besar dimana Presiden AS dan para stafnya bisa melakukan rapat. Yang
mengagumkan, di pesawat ini, Gedung Putih juga memperkenankan setiap
staf senior presiden memiliki ruang kerja sendiri-sendiri.
Nah, laiknya kantor kepresidenan, fasilitas kerjanya pun telah
disesuaikan dengan bobot dan skala kepentingan para pejabat yang berada
di dalamnya. Untuk itu, Air Force One telah dilengkapi 85 saluran
sambungan telepon, radio dua-arah, mesin faksimili, dan jaringan
komputer. Sistem telepon yang antisadap dan antijamming, telah diset
untuk berhubungan langsung dengan jaringan terestrial. Dengan sistem
telekomunikasi yang terhubung satelit ini, presiden dan staf bisa
mengontak semua orang di segala penjuru dunia meski pesawat sedang
mengawang-awang di ketinggian puluhan ribu kaki.
Untuk mengetahui perkembangan terkini, Air Force One juga telah
dipasangi 19 televisi yang bisa menyiarkan hampir semua kanal televisi
dunia. Boleh jadi karena begitu komplitnya peralatan elektronik yang
terpasang, sebagian dari berat pesawat adalah berupa kabel. Jeroan
pesawat ini terlilit kabel sepanjang 238 mil, duakali lebih panjang dari
kabel yang melilit B747-200 - Anjungan
standar Air Force One. Begitu pun kabel sepanjang itu bukanlah kabel
biasa. Kabel ini telah diberi pelapis khusus sehingga aman dari serangan
pulsa elektromagnet (EMP/Electro Magnet Pulse) dan gelombang kejut yang
dipancarkan ledakan nuklir.
Selain itu, di dalamnya juga masih ada ruangan lain yang disediakan
khusus untuk para wartawan kepresidenan. Namun, mungkin demi menghindari
penyusupan, kelompok yang terakhir ini belakangan sering diterbangkan
terpisah. Ketika ke Indonesia kemarin, misalnya, rombongan wartawan asal
AS diterbangkan khusus dengan pesawat B747-400 United Airlines. Singkat
kata, Air Force One bisa menjadi tempat kerja yang layak bagi 70
pejabat negara berikut ke-26 Awak pesawatnya.
Air Force One, pada dasarnya adalah pesawat tiga tingkat B747-200B yang
telah dimodifikasi dengan ruangan seluas total 4.000 kaki persegi. Ruang
kerja presiden dan stafnya mendominasi dek tingkat dua. Dek tingkat
pertama atau bagian bawah pesawat menjadi ruang kargo dan bagasi.
Sementara dek tingkat ketiga atau bagian paling atas, hanya dikhususkan
untuk kokpit, lounge, dan ruang komunikasi. (Selengkapnya, lihat denah
pesawat)
Pesawat komando
B747-200 yang menjadi dasar anjungan Air Force One tak lain adalah satu
dari empat seri B747 rancangan Boeing yang berhasil dipasarkan secara
luas ke berbagai negara. Jika serial pertama, yakni B747-100,
diluncurkan pertama kali pada 1969, kemunculan seri-200 hanya terpaut
setahun setelah itu. Dimensi keduanya tak beda, kecuali bahwa seri-200
memiliki berat maksimum tinggal landas yang lebih besar karena mesin,
kerangka, dan roda pendarat yang lebih kuat.
Anda mungkin akan bertanya, mengapa kantor kepresidenan AS tak memilih
B747-400 yang sudah jauh lebih canggih? Sekadar catatan saja, B747-400
memiliki badan lebih panjang, kokpit serba digital (fully
glass-cockpit), dan mampu menjangkau jarak 3.000 km lebih jauh dari
B747-100 yang "hanya" 10.500 km. Toh, B747-400 sudah terbang dua tahun
sebelum B747-200B mulai bertugas (pada 1990). Bukankah masih ada cukup
waktu untuk mengalihkannya ke seri yang terbaru itu?
Jujur saja, tak ada jawaban memuaskan untuk pertanyaan tersebut Namun,
dari buku Modern Military Aircraft (2004) dapat dirunut kisah bahwa
pilihan itu boleh jadi terkait dengan proyek pembuatan pesawat komando
terbang AS yang sudah terlanjur dikerjakan AU AS pada awal dekade
1970-an. Kala itu mereka sudah kepalang membeli empat B747-200B untuk
direkonstruksi ulang menjadi pesawat komando Darurat
yang telah dirancang khusus untuk kondisi dunia terlanda perang nuklir.
Ujud akhir dari proyek ini adalah pesawat fully-electronic E-4A dan
E-4B
-